DEWAN GURU

DEWAN GURU








Minggu, 06 Mei 2012

Membangun SDM Potensial melalui Pendidikan Kejuruan

MEMBANGUN SDM POTENSIAL MELALUI
PENDIDIKAN VOKASIONAL
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuntutan akan lulusan lembaga pendidikan yang bermutu semakin mendesak karena semakin ketatnya persaingan dalam lapangan kerja. Salah satu implikasi globalisasi dalam pendidikan yaitu adanya deregulasi yang membuka peluang lembaga pendidikan (termasuk perguruan tinggi asing) membuka sekolahnya di Indonesia. Oleh karena itu persaingan di pasar kerja akan semakin berat. Mengantisipasi perubahan-perubahan yang begitu cepat serta tantangan yang semakin besar dan kompleks, tiada jalan lain bagi lembaga pendidikan untuk mengupayakan segala cara untuk meningkatkan daya saing lulusan serta produk-produk akademik lainnya, yang antara lain dicapai melalui peningkatan mutu pendidikan.
Keberhasilan program pendidikan Nasional, akan sangat ditunjang dengan berbagai sumber daya yang memiliki daya saing global dalam rangka menghadapi tantangan-tantangan di masa depan sebagai akibat terjadinya globalisasi dari berbagai aspek kehidupan, khususnya dalam dunia Pendidikan.
Menciptakan sumber daya, khususnya sumber daya manusia yang mempunyai daya saing global, dapat diciptakan dengan melalui suatu proses pendidikan yang memenuhi harapan dan tuntutan para pengguna atau pengelola jasa pendidikan. Oleh karena itu, dalam suatu proses pendidikan agar hasilnya mampu untuk menciptakan daya saing global, maka para pengelola pendidikan selayaknya harus melakukan penyempurnaan-penyempurnaan di dalam intern organisasinya baik yang berkenaan dengan keadaan sumber daya manusia yang harus selalu dilakukan peningkatan-peningkatan kinerja dan pengetahuannya, program-program pembelajaran, fasilitas (sarana dan prasarana) pembelajaran, dan keuangan yang mampu untuk memfasilitasi persaingan global.
Berbicara mengenai kualitas sumber daya manusia, pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia. Peningkatan kualitas pendidikan merupakan suatu proses yang terintegrasi dengan proses peningkatan kualitas sumber daya manusia itu sendiri. Menyadari pentingnya proses peningkatan kualitas sumber daya manusia, maka pemerintah bersama kalangan swasta sama-sama telah dan terus berupaya mewujudkan amanat tersebut melalui berbagai usaha pembangunan pendidikan yang lebih berkualitas antara lain melalui pengembangan dan perbaikan kurikulum dan sistem evaluasi, perbaikan sarana pendidikan, pengembangan dan pengadaan materi ajar, serta pelatihan bagi guru dan tenaga kependidikan lainnya.
Depdiknas memiliki kebijakan untuk membalik rasio peserta didik SMK dibanding SMA dari 30:70 pada tahun 2004, menjadi 67:33 pada tahun 2014. Kebijakan ini ditujukan agar keluaran pendidikan dapat lebih berorentasi pada pemenuhan dunia kerja serta kebutuhan dunia usaha dan industri(DUDI). Pendidikan vokasi dirasa perlu karena memiliki paradigma yang menekankan pada pendidikan yang menyesuaikan dengan permintaan pasar (demand driven) guna mendukung pembangunan ekonomi kreatif. Ketersambungan (link) diantara pengguna lulusan pendidikan dan penyelenggara pendidikan dan kecocokan (match) antara employee dengan employer menjadi dasar penyelenggaraan pendidikan vokasi. Keberhasilan penyelenggaraan pendidikan vokasi dapat dilihat dari tingkat mutu dan relevansi yaitu jumlah penyerapan lulusan dan kesesuaian bidang. (Depdiknas, Renstra 2010 – 2014, 83-85).
Pendidikan vokasional merupakan pendidikan untuk penguasaan pengetahuan dan ketrampilan yang mempunyai nilai ekonomis, sesuai dengan kebutuhan pasar dengan education labor coefficient tinggi Berdasarkan hal tersebut, setiap pengelola pendidikan perlu memperhatikan dan menempatkan mutu sebagai alat untuk memperoleh manfaat terhadap persaingan global yang dapat memperbaiki dan menyempurnakan kegiatan pendidikan. Dalam hal peningkatan mutu di dalam pendidikan, fokus yang terpenting dan perlu dilaksanakan adalah yang berkenaan dengan “Content & Delivery” proses pendidikan tersebut sehingga mempunyai nilai yang bermanfaat bagi setiap pengguna jasa pendidikan umumnya, khususnya bagi lembaga dan individu yang mengikuti proses pendidikan.
B. Rumusan Masalah
Pendidikan yang bermutu sangat ditentukan oleh keberadaan sumber daya manusia yang cakap dan handal dalam melaksanakan tugas serta fungsinya sebagai pelaksana kegiatan dalam proses pendidikan. Berdasarkan uraian tersebut, fokus permasalahan yang akan diungkapkan dalam makalah ini adalah berkenaan dengan “Bagaimana Pendidikan Kejuruan / Vokasional dapat memberikan manfaat dan meningkatkan daya saing secara global ?”.
C. Identifikasi Masalah
Agar pembahasannya sesuai dengan rumusan permasalahan yang telah diungkapkan tersebut di atas, maka perlu di identifikasikan permasalahannya. Adapun identifikasi masalah yang akan di bahas adalah berkenaan dengan :
1. Bagaimana Pendidikan menengah kejuruan memiliki peran besar dalam merencanakan dan menciptakan SDM tingkat menengah yang profesional dan produktif.
2. Bagaimana membangun kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) berdasarkan potensi kearifan lokal yang dimiliki masing-masing daerah.
D. Maksud dan Tujuan
Maksud dari pembahasan ini adalah untuk memperoleh gambaran yang berkaitan dengan mutu pendidikan Vokasional dalam rangka menjadikan organisasi pendidikan yang mempunyai daya saing global.
Sedangkan tujuannya adalah untuk :
1. Sejauh mana Muatan pendidikan Vokasional dipilih secara spesifik, disesuaikan dengan kebutuhan dilingkungan setempat untuk mendukung pengolahan Sumber Daya Alam (SDA) dan kegiatan ekonomi produktif.
2. Mengetahui Pendidikan Voksional (SMK) diarahkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja secara nasional dan masyarakat lingkungannya dan diarahkan untuk memasuki pasar kerja global.
BAB II
PEMBAHASAN
Sekolah merupakan lembaga yang memiliki tugas pokok untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran. Dalam suatu lembaga persekolahan terdapat banyak aktivitas dan orang yang sangat tergantung di dalamnya. Untuk itu, agar sekolah dapat memberikan jaminan bagi kehidupan di dalamnya, sekolah harus memiliki sejumlah instrumen yang menjadi jaminannya. Jaminan tersebut memberikan ciri eksistensi dari sekolah, dan hal ini tergantung pada kualitas yang dimilikinya. Karena bagaimanapun suatu sekolah akan lebih maju dibandingkan dengan lainya apabila sekolah tersebut memiliki mutu yang tinggi. Mutu sebuah sekolah dapat dipandang dari sisi kualitatif dan sisi kuantitatif. Dari sisi kualitatif sekolah yang bermutu dilihat dari kualitas individu yang tercermin dari keahlian yang dimilikinya serta perilaku yang diperlihatkan, dari sisi kuantitatif dapat dilihat dari jumlah lulusan dan nilai yang diperolehnya.
A. Penerapan Prinsip TQM pada Pendidikan
Dalam kerangka manajemen pengembangan mutu terpadu, usaha pendidikan tidak lain adalah merupakan usaha “jasa” yang memberikan pelayanan kepada pelanggannya, yaitu mereka yang belajar dalam lembaga pendidikan tersebut :
1. Klien/pelanggan primer (primary external customers).Mereka yang belajar tersebut bisa merupakan mahasiswa/pelajar/murid/peserta belajar yang biasa disebut Mereka inilah yang langsung menerima manfaat layanan pendidikan dari lembaga tersebut.
2. Pelanggan sekunder (secondary external customers), para klien terkait dengan orang yang mengirimnya ke lembaga pendidikan, yaitu orang tua atau lembaga tempat klien tersebut bekerja,
3. Pelanggan tersier (tertiary external customers) adalah lapangan kerja bisa pemerintah maupun masyarakat pengguna output pendidikan.
4. Pelanggan (internal customers) yaitu yang berasal dari interen lembaga; mereka itu adalah para guru/dosen/tutor dan tenaga administrasi lembaga pendidikan, serta pimpinan lembaga pendidikan.
Walaupun para para guru/dosen/tutor dan tenaga administrasi, serta pimpinan lembaga pendidikan tersebut terlibat dalam proses pelayanan jasa, tetapi mereka termasuk juga pelanggan jika dilihat dari hubungan manajemen. Mereka berkepentingan dengan lembaga tersebut untuk maju, karena semakin maju dan berkualitas mereka diuntungkan, baik secara kebanggaan maupun finansial.
B. Pengertian Pendidikan Kejuruan/Vokasional
pendidikan kejuruan berhubungan dengan mempersiapkan seseorang untuk bekerja dan dengan memperbaiki pelatihan potensi tenaga kerja. Hal ini meliputi berbagai bentuk pendidikan, pelatihan, atau pelatihan lebih lanjut yang dibentuk untuk mempersiapkan seseorang untuk memasuki atau melanjutkan pekerjaan dalam suatu jabatan yang sah. Dapat dikatakan pendidikan kejuruan (SMK) adalah bagian dari sistem pendidikan nasional yang bertujuan mempersiapkan tenaga yang memiliki keterampilan dan pengetahuan sesuai dengan kebutuhan persyaratan lapangan kerja dan mampu mengembangkan potensi dirinya dalam mengadopsi dan beradaptasi dengan perkembangan teknologi. Dalam proses pendidikan kejuruan perlu ditanamkan pada siswa pentingnya penguasaan pengetahuan dan teknologi, keterampilan bekerja, sikap mandiri, efektif dan efisien dan pentingnya keinginan sukses dalam karirnya sepanjang hayat. Dengan kesungguhan dalam mengikuti pendidikan kejuruan maka para lulusan kelak dapat menjadi manusia yang bermartabat dan mandiri serta menjadi warga negara yang mampu membayar pajak.
UUSPN No. 20 tahun 2003 pasal 15, menyatakan pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk menyiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Tujuan tersebut dapat dijabarkan lagi oleh Dikmenjur (2003) menjadi tujuan umum dan tujuan khusus, sebagai berikut :
1. Tujuan umum, sebagai bagian dari sistem pendidikan menengah kejuruan SMK bertujuan :
a. menyiapkan peserta didik agar dapat menjalani kehidupan secara layak,
b. meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik,
c. menyiapkan peserta didik agar menjadi warga negara yang mandiri dan bertanggung jawab
d. menyiapkan peserta didik agar memahami dan menghargai keanekaragaman budaya bangsa Indonesia, dan
e. menyiapkan peserta didik agar menerapkan dan memelihara hidup sehat, memiliki wawasan lingkungan, pengetahuan dan seni.
2. Tujuan khusus pendidikan kejuruan
a. menyiapkan peserta didik agar dapat bekerja, baik secara mandiri atau mengisi lapangan pekerjaan yang ada di dunia usaha dan industri sebagai tenaga kerja tingkat menengah, sesuai dengan bidang dan program keahlian yang diminati,
b. membekali peserta didik agar mampu memilih karir, ulet dan gigih dalam berkompetensi dan mampu mengembangkan sikap profesional dalam bidang keahlian yang diminati, dan
c. membekali peserta didik dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) agar mampu mengembangkan diri sendiri melalui jenjang pendidikan yang lebih tinggi.


Kompetensi lulusan pendidikan kejuruan sebagai subsistem dari sistem pendidikan nasional menurut Depdikbud (2001) adalah :
1. penghasil tamatan yang memiliki keterampilan dan penguasaan IPTEK dengan bidang dari tingkat keahlian yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan.
2. penghasil tamatan yang memiliki kemampuan produktif, penghasil sendiri, mengubah status tamatan dari status beban menjadi aset bangsa yang mandiri
3. penghasil penggerak perkembangna industri Indonesia yang kompetitif menghadapi pasar global.
4. penghasil tamatan dan sikap mental yang kuat untuk dapat mengembangkan dirinya secara berkelanjutan
Secara normatif dan legal formal, sebenarnya antara pendidikan liberal dan pendidikan vokasional disetiap jenjang pendidikan tidak perlu terjadi dikotomi. Secara jelas pendidikan liberal dan pendidikan vokasional telah diatur dalam undang-undang, bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif. Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, non formal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya. Selanjutnya dinyatakan bahwa pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan/ vokasional. Bentuk pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan/ vokasional. Mungkin permasalahan dikotomi yang muncul adalah berkaitan dengan proporsi, kewenangan , interes kepentingan , masalah politik , kualitas luaran / SDM , fasilitas pendukung, sarana parasarana, tuntutan kompetensi dan pengaruh lain diluar masalah pendidikan.
Adanya kenaikan anggaran pendidikan sebesar 20% diharapkan dapat memberikan angin segar bagi penyelesaian berbagai permasalahan pendidikan di Indonesia, terutama dalam alokasi dana pendidikan menengah dan pendidikan tinggi secara proporsional antara pendidikan umum dan vokasional . Kebijakan Menteri Pendidikan Nasional Indonesia untuk menaikkan proporsi alokasi dana pengembangan Pendidikan Vokasional sekitar 70 % dan untuk Pendidikan Umum sekitar 30 % pada tahun 2014 , diharapkan dapat menunjang berbagi fasilitas penunjang dan peningkatan SDM tenaga guru / dosen bidang pendidikan vokasional.
Kunci utama berkembangnya Jerman dalam penyelenggaraan penddikan kejuruan(vokasional) adalah, bahwa pendidikan kejuruan (vokasional) akan berjalan secara efektif dan efisien jika kerjasama antara pendidikan dengan perdagangan , jasa , dunia usaha dan industri (DUDI) dapat terjamin secara berkelanjutan. Pendidikan Kejuruan dan Pelatihan (vokasional) di Jerman adalah sebuah Joint Government – Industry Program, yaitu program pemerintah bersama-sama dengan industri. Pemerintah Federal dan pemilik industri berbagi pembiayaan untuk Sekolah Kejuruan Negeri, dengan perbandingan yang lebih tinggi ditanggung pemerintah sebesar 58 % pada tahun 1991. Hal ini merupakan persyaratan bagi penyelengaraan pendidikan kejuruan. (Sumber : edu BENCHMARKING, 2008) .
Pada kenyataan dilapangan berdasarkan image (citra) masyarakat umum , produk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan produk “ kelas dua “, pada level pendidikan menengah di Indonesia . Sementara ini yang terjadi di Indonesia antara dunia pendidikan , dunia kerja, dunia usaha dan industri (DUDI) terlihat berjalan sendiri-sendiri.
Pemerintah sebagai otoritas dari sebuah penyelenggaraan suatu negara harus dapat mengambil suatu kebijakan secara legal-formal , memberi ruang untuk suatu mediasi dalam mensinergikan tiga pilar pembangunan, yaitu : a) Pendidikan, b) Dunia usaha dan industri (DUDI) c) Pemerintah.
Pendidikan menengah kejuruan memiliki peran besar dalam merencana kan dan menciptakan SDM tingkat menengah yang profesional dan produktif. Sebagaimana yang dituangkan dalam Kep Mendiknas RI No: 053/U/2001 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM). Dalam Lampiran-5 keputusan ini dijelaskan bahwa tujuan penyelenggaraan pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa , untuk menyiapkan mereka sebagai tenaga kerja tingkat menengah yang terampil, terdidik, dan profesional, serta mampu mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan , teknologi dan seni (ipteks).
Tujuan penting diselenggarakan pendidikan secara luas menurut Finch and Crunkliton (1979), yaitu : (a) pendidikan untuk hidup, (b) pendidikan untuk mencari penghidupan Dimensi pendidikan vocational menurut Finch & Mc Gough (1982), meliputi :
(1) Dimensi manusia (human), meliputi hubungan manusiawi,_kreativitas, komitment (tanggung jawab), fleksibilitas, dan orientasi jauh kedepan.
(2) Dimensi tugas (task) meliputi perencanaan, pengembangan, manajemen, dan penilaian.
(3) Dimensi lingkungan (environment) meliputi sekolah, masyarakat, dan penyediaan tenaga kerja.
Bahwa secara teori Pendidikan Vocational menurut Rupert Evans (1978) bertujuan untuk : a) Memenuhi kebutuhan masyarakat akan tenaga kerja, b) Meningkatkan pilihan pendidikan pendidikan bagi setiap individu dan c) Mendorong motivasi untuk belajar terus Pendidikan vokasional adalah program pendidikan yang secara langsung dikaitkan dengan penyiapan seseorang untuk suatu pekerjaan tertentu atau untuk persiapan tambahan karier seseorang (United States Congress, 1976)
Wenrich dan Wenrich (1974: 6) menyebutkan bahwa pendidikan vokasi : the total process of education aimed at developing the competencies needed to function effectively in an occupation or group of occupations. Makna yang tersirat dalam definisi ini ialah: (1) pengembangan kompetensi, (2) kompetensi yang dibutuhkan, (3) kompetensi yang dikembangkan dapat berfungsi efektif, dan (4) kompetensi yang dikembangkan terkait dengan suatu pekerjaan – atau kelompok pekerjaan. Pendidikan vokasi merupakan pendidikan yang bersifat khusus (terspesialisasi) dan meliputi semua jenis dan jenjang pekerjaan. Penafsiran yang tidak benar ialah memaknakan pendidikan vokasi sebatas pada pendidikan yang hanya concern pada manual skills. Pendidikan vokasi sesungguhnya concern dengan mental, manual skills, values, dan attitudes (Wenrich dan Wenrich, 1974: 8). Oleh karena itu, di dalam pendidikan vokasi secara implisit terkandung unsur-unsur berpikir (cognitive), berbuat (psychomotor), dan rasa (affective) dalam proporsi yang berbeda mengikuti kebutuhan kompetensi pada jenis dan jenjang pekerjaan yang terkait. Selain itu, konsep ini menunjukkan pula bahwa pendidikan vokasi terdapat pada semua jenjang pendidikan: dasar, menengah, tinggi. Hal ini dapat dipahami bahwa pekerjaan tertentu membutuhkan kualifikasi/kompetensi SDM yang berbeda. Perbedaan kualifikasi/kompetensi ini merujuk adanya jenjang dalam kompetensi. Paradigma pendidikan harus mulai berubah dari supply minded (orientasi jumlah) menjadi demand minded (kebutuhan) ke dunia kerja. Harus digali, kompetensi apa saja yang dibutuhkan pasar kerja ke depan. (Wardiman Djojonegoro Kompas, 17 Desember 2007)
Keterampilan merupakan yang paling esensial keberadaannya dalam pendidikan kejuruan. Berdasarkan pertimbangna tersebut, sudah selayaknya Pemerintah untuk mendirikan Training Center bagi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sesuai dengan program studinya. Yang lokasi dan zonifikasinya diatur sesuai dengan potensi industri dan pengembangen potensi lokal daerah.
Training Center merupakan salah satu bentuk pelayanan prima dalam pendidikan Sekolah Menengha Kejuruan (SMK), selain itu merupakan implementasi nyata Learning community
Pendidikan vokasional merupakan pendidikan untuk penguasaan pengetahuan dan ketrampilan yang mempunyai nilai ekonomis, sesuai dengan kebutuhan pasar dengan education labor coefficient tinggi . Implikasi bagi pendidikan vokasinal adalah :
a. Magang atau internship yang terprogram harus menjadi bagian dari sistem pendidikan vokasional, karena banyak ketrampilan teknis, sikap, kebiasaan, dan emosional hanya dapat diperoleh melalui on the job training.
b. Dalam on the job training ketrampilan yang dipelajari termasuk yang bersifat general maupun spesifik.
c. Karena general training mempunyai nilai ekenomis yang lebih lama dan menjadi fondasi, maka perlu kuat.
d. Spesific training harus selalu di up to date sesuai dengan kebutuhan pasar.
e. Training untuk memiliki ketrampilan cara memperoleh dan menggali informasi menjadi penting untuk up dating (Muljani A. Nurhadi, 2008).
Yang perlu diperhatikan dan diceremati kaitan antara pendidikan dan kesempatan kerja adalah sebagai berikut :
a. Pendidikan hanya salah satu dari sumber daya manusia yang mempunyai nilai ekonomis,
b. Ada faktor sumber daya manusia lainnya yang juga penting, yaitu : faktor askriptif dan luck.,
c. Faktor askriptif mencakup latar belakang sosial ekonomi keluarga, IQ, faktor fisik, faktor psikologis lainnya.,
d. Faktor luck memberikan kontribusi cukup tinggi, yaitu 60 % (Christoper Jenk), tetapi juga diartikan persistent atau adanya peluang,
e. Pendidikan menentukan dan keberhasilan pekerjaan pertama, tetapi faktor askriptif lebih menentukan mobilitas pekerjaan selanjutnya,
f. Sumber daya manusia hanya salah satu input dari faktor produksi
C. Potensi Kearifan Lokal
Dalam rangka pengembangan otonomi daerah Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah memberikan wewenang pengelolaan pendidikan kepada pemerintah daerah. .Pemerintah daerah dengan kekuasaan otonominya seharusnya mengetahui dengan pasti apa keunggulan daerahnya. Berdasarkan produk keunggulan daerahnya, maka dibangun kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) nya.
Misalnya di Bali yang terkenal dengan pariwisatanya, maka pemerintah daerah fokus pada pembangunan kompetensi keahlian yang berbasis pariwisata. Di Jawa Tengah yang terkenal sebagai pusat budaya dan juga kerajinan furniture, dibangun kompetensi yang berbasis kerajinan furniture.
Di Papua yang kaya emas dan juga kayunya, dibangun komptensi keahlian emas dan kayu. Tiap wilayah di Indonesia sesungguhnya memiliki berbagai karakteristik potensi, misalnya: kelautan, perikanan, pertanian, kehutanan, perdagangan, dan lain sebagainya . Potensi ini sebenarnya dapat menjadi basis pengembangan kesejahteraan masyarakat. Untuk daerah yang memiliki potensi perikanan dan hasil laut bukankah lebih bermakna didaerahnya dikembangkan menjadi pendidikan vokasional bidang studi perikanan atau kelautan? Apakah berarti masyarakat di pantai tidak memerlukan pendidikan umum? Jawabnya ialah perlu. Hal ini mengingat masyarakat tentu masih ada yang ingin mengembangkan bidang ilmu tertentu.
Yang menjadi persoalan utama ialah bagaimana menentukan dan mengatur implementasi pendidikan umum dan pendidikan vokasional ? Dengan pendekatan ini akan terbentuk suatu keahlian yang khusus, unik dan berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya. Jika selama ini kita masih sibuk menghabiskan anggaran untuk membangun infra struktur, misalnya gedung, sekolah dan perlengkapannya atau mengundang investor membangun industri di daerah,. maka sudah saatnya investasi kita arahkan untuk pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM). Tanpa kompetensi. tanpa adanya “link and match” antara pendidikan, dunia kerja dan dunia industri, maka segala peralatan, gedung dan investasi menjadi sia-sia. .Berapa banyak gedung Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan segala peralatannya yang canggih tidak berfungsi dengan baik, karena tidak ada tenaga ahli yang dapat menjalankannya.
Sudah saatnya kita bekerjasama membangun kompetensi unggulan daerah. Tujuan pendidikan harus diambil dari masyarakat di mana pendidikan itu berlangsung. Tujuan pendidikan tidak dapat ditetapkan secara “ sama / seragam “ pada semua masyarakat secara luas. Tujuan pendidikan nasional tidak hanya mengacu kepada kepentingan nasional, tetapi juga harus memperhatikan kearifan lokal yang dimiliki setiap daerah. Dalam pengembangan pendidikan, pemerintah harus memperhatikan kebutuhan dan potensi lokal sesuai dengan daerah masing-masing. Wilayah Indonesia yang sangat luas dengan berbagai jenis kekayaan Sumber Daya Alam (SDA), serta kegiatan ekonomi produktip yang secara spesifik telah berkembang antara lain perikanan, pariwisata, kerajinan, budaya dan seni sangat cocok dan sesuai untuk dikembangkan dengan model pendidikan vokasional. Muatan pendidikan dipilih secara spesifik, disesuaikan dengan kebutuhan dilingkungan setempat untuk mendukung pengolahan Sumber Daya Alam (SDA) dan kegiatan ekonomi produktip. lokal .Kedudukan kebudayaan dalam suatu proses kurikulum teramat penting tetapi dalam proses pengembangan seringkali para pengembang kurikulum kurang memperhatikannya. Dalam realita proses pengembangan kurikulum sering diwarnai oleh pengaruh pandangan para pengembang, yang fokus perhatiannya hanya terhadap perkembangan ilmu dan teknologi.. Oleh karena, itu kedudukan yang penting dari kebudayaan sering terabaikan dan kurang diperhatikan. Para ahli dalam pengembangan kurikulum vokasional disamping kompetensi dibidang ilmu dan teknologi harus dapat mengadopsi secara spesifik potensi kearifan lokal.

BAB III
PENUTUP
Peningkatan mutu pendidikan tidak dapat dilepaskan dengan upaya peningkatan mutu pendidiknya dan tenaga kependidikannya. Upaya peningkatan mutu pendidikan tidak akan memenuhi sasaran yang diharapkan tanpa dimulai dengan peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikannya.
Pendidikan vokasional merupakan penggabungan antara teori dan praktik secara seimbang dengan orientasi pada kesiapan kerja lulusannya. Kurikulum dalam pendidikan vokasional, terkonsentrasi pada sistem pembelajaran keahlian (apprenticeship of learning) pada kejuruan-kejuruan khusus (specific trades). Kelebihan pendidikan vokasional ini, antara lain, peserta didik secara langsung dapat mengembangkan keahliannya disesuaikan dengan kebutuhan lapangan atau bidang tugas yang akan dihadapinya. Pendidikan kecakapan hidup merupakan isu sentral dalam pelayanan pendidikan. Hal tersebut merupakan jembatan penghubung antara penyiapan peserta didik di lembaga pendidikan dengan masyarakat dan dunia kerja. Pembekalan kecakapan hidup secara khusus menjadi muatan kurikulum dalam bentuk pelajaran keterampilan fungsional dan kepribadian profesional. Disamping pembekalan kecakapan hidup melalui mata pelajaran iptek dengan pendekatan tematik, induktif, dan berorientasi kebutuhan masyarakat di wilayahnya.
A. Kesimpulan
1. Pendidikan Vokasional bertujuan untuk mengembangkan tenaga kerja yang terampil dan ” marketable ” , untuk dapat meraih kesempatan kerja dan ” dijual ” dalam ” pasar tenaga kerja ” baik tingkat lokal maupun global
2. Paradigma Pendidikan Vokasional (SMK) harus mulai berubah dari supply minded (orientasi jumlah) menjadi demand minded (kebutuhan) ke dunia kerja yang ber-dimensi lokal dan global.
3. Pendidikan Vokasional (SMK) adalah suatu model dalam pendidikan untuk menguasai ketrampilan dasar yang essensial dan dapat dikembangkan dalam bentuk pelatihan, untuk dapat berkompetisi di pasar kerja lokal dan global
4. Pendidikan Voksional (SMK) diarahkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja secara nasional dan masyarakat lingkungannya dan diarahkan untuk memasuki pasar kerja global.
5. Untuk menunjang kompetnsi lulusan yang standardnya terukur dan sesusai dengan standard DUDI, Pemerintah harus mendirikan Training Center bagi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sesuai dengan program studinya. Yang lokasi dan zonifikasinya diatur sesuai dengan potensi industri dan pengembangen potensi lokal daerah
B. Saran
1. Dengan adanya Undang-Undang nomor 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah yang memberikan wewenang pengelolaan pendidikan kepada pemerintah daerah. Pemerintah daerah dengan kekuasaan otonominya seharusnya mengetahui dan membaca peluang dengan pasti apa keunggulan daerahnya, sehingga arah pendidikannya terarah dan mampu bersaing.
2. Tujuan pendidikan harus diambil dari masyarakat di mana pendidikan itu berlangsung.
3. Adanya upaya penentuan dan pengaturan implementasi pendidikan umum dan pendidikan vokasional oleh pemerintah, sehingga pilar pembangunan (Pendidikan, Dunia kerja dan Pemerintah) dapat seiring dan sejalan.
C. Daftar Pustaka
Conny..R. Semiawan dan Soedijarto 1991, Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI, Jakarta : Penerbit P.T. Grasindo.
Depdiknas. (2003). Undang-Undang R.l No 20 Tahun 2003,tentang Pendidikan Naional, Depdiknas, Jakarata
Depdiknas, 2009, Rencana Strategis Departemen Pendikan Nasional , Tahun 2010 – 2014,17 September 2009, Jakarta
Hadiwaratama. (2002). Pendidikan kejuruan, investasi membangun manusia produktif. Makalah disampaiakan dalam HARDIKNAS. Harian KOMPAS 30 April 2002.
Wardiman Djojonegoro, 1998, Pengembangan Sumber Daya Manusia Melalui Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), Jakarta , Penerbit : P.T. Jayakarta Agung Offset



Admin: Dedi Ruswantono, S.Pd

0 komentar:

Posting Komentar

TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG, SILAHKAN KASIH KOMENTAR YANG SOPAN YA, KRITIK ATAUPUN SARAN AKAN KAMI JADIKAN MOTIVASI DIKEMUDIAN HARI.